Oleh : Muhammad Ali Fernandez, SHI., MH.
Rehabilitasi Medis Terhadap Pecandu Narkotika
Setiap warga negara mempunyai hak untuk dapat hidup sehat dan lepas dari kecanduan konsumsi narkotika guna mempertahankan untuk hidup yang lebih baik bagi pecandu narkotika. Berdasarkan amanat undang-undang narkotika bahwa bagi pecandu narkotika wajib menjalankan rehabilitisai baik rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial, sebagaimana tertuang dalam pasal 54 UU Narkotika.
Rehabilitasi adalah amanat dari UU Narkotika dan merupakan bentuk dari restorative justice, meyelesaikan perkara tindak pidana dengan upaya pemulihan korban penyalahgunaan narkotika dari ketergantungan penggunaan narkotika. Untuk itu seluruh element dari masyarakat dan penegak hukum harus selalu mengedepankan rehabilitasi dibanding sanksi lainnya untuk korban penyalahgunaan narkotika agar korban dari penyalahgunaan narkotika atau pecandu narkotika dapat pulih dengan mendapatkan rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial.
Penjebakan
Di dalam tindak pidana Narkotika ada dua teknik penjebakan yang dikenal yaitu pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan. Sebagaimana tertuang dalam pasal 75 huruf j UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Pasal 75
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang :
……;
j. Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan.
Pembelian terselubung itu sendiri adalah suatu teknik khusus dalam penyelidikan kejahatan Narkotika dan Psikotropika, dimana seorang informan atau penegak hukum (dibawah selubung), atau pejabat lain yang diperbantukan kepada penegak hukum (dibawah selubung), bertindak sebagai pembeli dalam suatu transaksi gelap jual beli Narkotika dan Psikotropika, dengan maksud pada saat terjadi hal tersebut, si penjual atau perantara atau orang-orang yang berkaitan dengan supply Narkotika dan Psikotropika dapat ditangkap beserta barang bukti yang ada padanya. Adapun syarat penyidik yang dapat melakukan pemeblian terselubung harus mendapatkan surat perintah/tugas dari pimpinan untuk melaksanakan pembelian terselubung.
Dari uraian diatas bahwa pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan yang diakukan oleh penyidik BNN harus berdasarkan dengan tujuan untuk membongkar bandar besar bukan digunakan untuk pecandu narkotika dan itu pun penyidik harus sudah mendapatkan surat perintah/tugas untuk melakukan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah tangan Narkotika.
Dalam hal ternyata, yang ditangkap adalah pencandu narkotika maka sudah sewajarnya jika diberikan kesempatan untuk rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam UU Narkotika.
Korban Penjebakan atau Rekayasa Kasus Narkotika
Dalam hal penegak hukum melakukan penjebakan kasus narkotika terhadap seseorang maka harus berdasarkan dengan tujuannya yaitu untuk membongkar sindikat yang lebih besar. Dan korban harusnya dilakukan tes urine terlebih dahulu. Jika korban bukan pengguna/pecandu narkotika maka korban tidak bisa diproses secara Pidana, dan jika hasil tes urine menyatakan korban adalah pengguna narkotika maka dikenakan rehabilitasi baik rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial.
Dalam kasus pemberantasan narkotika seringkali penjebakan merugikan masyarakat. Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 401 K/Pid.Sus/2012 Mahkamah Agung menyatakan, “sudah menjadi notoire faiten bahwa dalam pemberantasan narkotika, penegak hukum seringkali melakukan penjebakan terhadap barang bukti seolah-olah milik terdakwa.” Berdasarkan putusan Mahkamah Agung di atas dapat disimpulkan bahwa banyak dari penegak hukum melakukan penjebakan kasus narkotika dalam kepemilikan barang bukti yang mengakibatkan korban di proses secara pidana.
Jika ternyata orang tersebut merupakan pencandu maka,-sekali lagi, harus mendapatkan hak untuk rehabilitasi.
Keputusan Hakim Terkait Rehabilitasi
Pasal 103 menyebutkan bahwa :
(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau ;
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Jika mengacu pada ketentuan diatas, maka baik bersalah atau tidak bersalah maka korban penyalahgunaan (asal terbukti menggunakan) maka wajib di rehabilitasi. Meskipun kemudian Mahkamah Agung ditahun 2010 membuat Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010
Berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2010 Mahkamah Agung menetapkan sejumlah syarat untuk penerapan Pasal 103 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu :
- Terdakwa pada saat ditanggap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan.
- Barang Bukti untuk pemakaian 1 (satu) hari. (shabu 1 gram, lainnya antara 1-5 gram).
- Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan penyidik.
- Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim.
- Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap Narkotika.
Mahkamah Agung telah mengeluarkan surat edaran ini sejak tahun 2010, namun berdasarkan pengalaman yang dialami, seringkali Hakim didaerah tidak mengindahkan ketentuan tersebut diatas. Meskipun, Barang Buktinya jauh dibawah 1 gram, ada bukti tes urine positif, dan tidak pernah terbukti sebagai pengedar narkotika, namun vonis yang dijatuhkan biasanya hukuman penjara, bukan rehabilitasi.
Hal ini semakin menambah panjang kelamnya praktik sistem peradilan pidana atas penegakkan hukum perkara narkotika. Disatu sisi, hukum nya telah mengizinkan adanya rehabilitasi namun penegak hukumnya tidak memfasilitasi dengan baik. Justru, kesan yang muncul, sebisa mungkin sanksi “rehabilitasi” bagi pengguna diabaikan sejauh mungkin.
Dalam praktik, jika mengacu pada ketentuan diatas, pengacara yang tidak terbiasa menangani perkara Narkotika akan kebingungan menjelaskan situasi diatas karena rumitnya proses yang harus diselesaikan, sejak pelaporan hingga proses rehabilitasi. Karena itu diperlukan pengacara narkotika yang handal untuk membantu menyelesaikan proses pelaporan hingga selesainya rehabitisai bagi Pecandu Narkotika.
Jika anda membutuhkan bantuan dan tim khusus untuk menyelesaikan kasus narkotika dan/atau bantuan untuk rehabilitasi keluarga sila hubungi :
MAF Law Office
0183 83 724 254/0856 9242 8084
Jl. Kalibata raya No.1, Komplek Kalibata City, Tower Palem (AL 10), Pancoran, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.